RAFLY lahir di Samadua, Aceh Selatan, tahun 1967, dari sebuah keluarga petani. Sejak kecil Rafly dididik untuk menjalankan tradisi nenek moyangnya. Ayahnya, Mohammad Isa, merupakan syech (pemimpin) grup Meudikee yaitu melantunkan ayat-ayat Alquran.
Pada tahun 1989, Rafly melupakan kesenian Aceh karena lebih menyenangi musik cadas atau rock. Ketika itu ia duduk di sekolah menengah pertama. Waktu itu Rafly beranggapan kalau tidak belajar gitar, maka akan disebut ketinggalan zaman.
“Lumayan lamalah jadi rocker, sekitar tujuh, delapan tahun. Lucu juga tu. Bahasa kerennya, biar gaul men! Hahahaha... Lumayan lama sama teman sekolah dan kuliah. Banyak dari mereka kena tsunami. Waktu itu kita bawa lagu yang cadas lah, wow yeyeyeyeye,” kenang Rafly, dengan menggerakkan kedua tangannya seolah-olah memegang dan memetik gitar.
Pada tahun 1989, Rafly melupakan kesenian Aceh karena lebih menyenangi musik cadas atau rock. Ketika itu ia duduk di sekolah menengah pertama. Waktu itu Rafly beranggapan kalau tidak belajar gitar, maka akan disebut ketinggalan zaman.
“Lumayan lamalah jadi rocker, sekitar tujuh, delapan tahun. Lucu juga tu. Bahasa kerennya, biar gaul men! Hahahaha... Lumayan lama sama teman sekolah dan kuliah. Banyak dari mereka kena tsunami. Waktu itu kita bawa lagu yang cadas lah, wow yeyeyeyeye,” kenang Rafly, dengan menggerakkan kedua tangannya seolah-olah memegang dan memetik gitar.
“Saya belajar. Saya pikir, peniruan sudah sangat sempurna. Saya harus meniru gimana Utha Likumahuwa bernyanyi, gimana almarhum Bang Gito Rollies berekspresi di panggung? Saya senang Gito Rollies, Hari Mukti. Berbeda-beda ya ndak da yang nomor satu,” lanjut Rafly.